Filed under: by: Hehehe....

Kontroversi Penemuan Makam Yesus




Written by Bagus Pramono
DE’BULTMAN’ISASI MITOS PASKAH

“Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu, Ia telah bangkit. Ia tidak ada disini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia.” (Markus 16:6)
Hari Paskah adalah hari peringatan kebangkitan Yesus, karena itu kubur itu kosong. Berbagai usaha dilakukan orang untuk menjelaskan fenomena ini. Ketika rasionalisme melanda umat manusia, mereka yang terpengaruh berusaha menjelaskan bahwa kebangkitan tidak memenuhi kriteria hukum alam yang dianggap dapat menjelaskan semua realita di dunia ini termasuk soal mujizat yang diceritakan dalam Alkitab.

Diawali dengan teori pencurian mayat oleh para murid Yesus yang dilontarkan pemuka Yahudi (Matius 28:13), sepanjang sejarah selalu ada usaha untuk menyangkal kebangkitan Yesus itu. Dalam kitab Gnostik ‘Second Treatise of the Greath Seth’ disebutkan Yesus tidak disalib, tetapi digantikan orang lain yang dipaku di salib (The Nag Hammady Library, hlm.365). Ide ini mirip yang ditulis dalam Al Quran dimana dikatakan bahwa Yesus tidak disalib tetapi digantikan orang yang serupa wajahnya (QS.4:157), sedangkan Injil Barnabas (217) menyebut Yesus digantikan oleh Yudas untuk disalib. Lain dengan ini, aliran Ahmadyah menyebut bahwa Yesus disalib tetapi tidak mati dan hanya pingsan, sesudah siuman Ia pergi ke India dan akhirnya meninggal dengan kuburannya ada di Srinagar, Kashmir.

Para teolog liberal terpengaruh konsep rasionalisme menolak kebangkitan sebagai melawan hukum alam. Banyak yang kemudian melakukan studi Kristologi (terutama abad-18/19) yang didasari asumsi rasionalisme bahwa mujizat dan hal supranatural dalam Alkitab tidak mungkin terjadi terutama soal kebangkitan Yesus, penolakan ini dimulai oleh H.S. Reimarus dan G.E. Lessing yang diikuti K.F. Bahrt, K.H. Venturini, H.E.G. Paulus, K.H. Hasse, dan Bruno Baur kemudian memuncak dalam karya Albert Schweitzer berjudul 'The Quest of the Historical Jesus.' Buku terkenal lainnya adalah 'Life of Jesus' karya D.F. Strauss, dan J.E. Renan. Karya Strauss menolak samasekali sifat sejarah hal-hal yang bersifat supra alami dalam Alkitab demikian juga dalam tulisan Renan. Arthur Drews dalam buku 'The Christ Myth' menganggap kitab Injil sebagai fiktif. Adolf von Harnack dalam 'What is Christianity' menurunkan Yesus hanya manusia yang memiliki damai dan membaginya kepada orang lain. Pandangan yang menurunkan Yesus sekedar menjadi manusia etis dan menjadikan 'Etika sebagai Jantung Agama' adalah Albrecht Ritschl.

Puncak pemikiran liberal yang menolak mujizat Alkitab terutama kebangkitan Kristus diwakili Rudolf Bultman. Istilah Demitologisasi dipopulerkan Rudolf Bultmann (1884-1976), menurutnya kitab Injil seharusnya dianalisis lebih lanjut dalam berbagai bentuk yang dibuat oleh gereja awal sebelum ditulis. Bentuk-bentuk ini tidak banyak menjelaskan kepada kita tentang apa yang sebenarnya dilakukan dan dikatakan Yesus, melainkan tentang 'apa yang dipercayai oleh gereja awal tentang Yesus'. Di tahun 1926 Bultmann menulis buku 'Jesus' dimana dikatakan bahwa yang penting bukan apa yang obyektip tentang Yesus, tetapi bahwa 'kebenaran itu akan timbul dalam tanggapan iman yang subyektip dari para pengikut.'

Dalam karyanya berjudul 'New Testament and Mythology' (1941) ia mengemukakan bahwa seluruh pola pikir masa Perjanjian Baru terutama kosmologinya bersifat mitologi yang merupakan faham pra-ilmiah yang berasal dari faham Gnostik pra-Kristen (seperti misalnya soal surga-bumi-neraka, kekuatan spiritual, kekuatan supranatural yang menerobos alam nyata, dan perlunya manusia ditebus) (New Testament & Mythology, dalam Karygma & Myth, hlm. 1 dst.). Mengenai Mitologi, tepatnya dikatakan:
"Seluruh konsep dunia yang dikemukakan dalam kotbah Yesus seperti yang dijumpai dalam Perjanjian Baru bersifat mitologis; yaitu: konsep mengenai dunia yang terdiri dari tiga lapis, surga, bumi dan neraka; konsep campur tangan kekuatan-kekuatan supranatural pada kejadian-kejadian di bumi; dan konsep mujizat terutama konsep mengenai campur tangan supra-natural dalam kehidupan dalam dari jiwa, konsep bahwa manusia dapat digoda dan dirusak oleh iblis dan dirasuk roh-roh jahat" (Jesus Christ & Mytheology, hlm.15)

Menurut Bultman, konsep itu disebut mitologi karena berbeda dengan konsep dunia yang dibentuk dan dikembangkan oleh ilmu pengetahuan yang diterima orang modern. Menurutnya, dalam konsep dunia, hubungan sebab-akibat bersifat azasi. Yang sekarang dibutuhkan adalah 'demitologisasi kekristenan' yaitu 'melepaskan dan mengartikan kembali kenyataan sebenarnya lepas dari kerangka mitologi tersebut sehingga Injil dapat diberitakan dalam kemurniannya.' Dalam bukunya Bultmann juga mengatakan:
"... ucapan mitologis secara keseluruhan mengandung makna yang lebih dalam yang dikemas dalam bungkus mitologi. Bila demikian, tepatnya, kita membuang konsep mitologi karena kita ingin menemukan artinya yang lebih dalam. Cara penafsiran demikian yang berusaha mengungkap artinya yang lebih dalam dibalik konsep mitologi saya sebut sebagai demitologisasi ... Maksudnya bukannya untuk meniadakan pernyataan yang bersifat mitologis tetapi menafsirkannya kembali" (Jesus Christ & Mythology, hlm. 18).

Pada prinsipnya Kritik Historis dan studi tentang Yesus Sejarah dan Kitab Injil menunjukkan 'keraguan akan sifat sejarah kitab-kitab Injil, menolak hal-hal yang bersifat supranatural, dan menjadikan Yesus hanya sebagai tokoh moral atau politis saja,' dan lebih lanjut menurut Bultmann, tugas manusia adalah melepaskan manusia dari kerangka mitos yang tidak ilmiah itu (demitologisasi) atau melepaskan 'Yesus Sejarah' dari 'Yesus Iman.' Konsep ini jelas menolak kematian Yesus sebagai juruselamat dan penebus, dan kebangkitannya sebagai kemenangan atas maut ditolak sebagai bukan bagian sejarah.

Jesus Seminar yang dirintis a.l. oleh John Dominic Crossan di tahun 1985 mewarisi penolakan akan sifat supranatural berita Injil. Bagi mereka Yesus seorang pemberontak Yahudi yang mati disalib dan kemungkinan mayatnya dimakan anjing atau binatang pemangsa lain yang berkeliaran di bawah salib sebagai shock therapi untuk menakuti para pengikutnya. Pengikut Jesus Seminar lainnya berteori bahwa Yesus hanya mati suri kemudian sadar kembali dan diwaktu kemudian mati dan dikuburkan disuatu tempat.

Menarik menyaksikan perkembangan budaya dunia dimana era modern (abad-17-20) yang sekular dan materialistis ternyata membuat manusia mengalami kekosongan rohani, dan sejak era 1960-an kembali mencari nilai supranatural dan transendental yang selama ini dibungkam rasionalisme. Era posmo ditandai kembalinya manusia membuka diri akan masalalu dan banyak yang kembali melongok ke agama-agama mistik. Dalam kekristenan mulai ada kegairahan kembali akan mujizat ilahi terutama di kalangan Kharismatik dan Jesus People. Masyarakat umum kembali membuka diri kepada yang paranormal yang menurut The Journal of Parapsychology (2006), diartikan sebagai:
“semua gejala yang dalam satu dan banyak hal melampaui batas apa yang secara fisik dianggap mungkin menurut perkiraan ilmu pengetahuan masakini”.

Encarta memasukkan paranormal dalam kategori Psychical Research, yaitu penelitian ilmiah akan gejala yang terjadi tetapi berada diluar jangkauan teori fisika, biologi, maupun psikologi konvensional. Ensiklopedi Britannica menyebut paranormal sebagai gejala parapsikologi (PSI) yang menyangkut kejadian yang tidak dimengerti hukum alam atau ilmu pengetahuan biasa yang hanya terjangkau oleh pancaindera.
Pendekatan gejala paranormal melalui perspektif penelitian sulit, bukan karena gejala itu tidak benar, tetapi sulit dijelaskan menggunakan ukuran teori dan hukum yang ada. Karena itu gejala paranormal terjadi diluar konvensi yang normal. Apakah paranormal itu realita yang lain dari realita tiga dimensi yang bisa diamati dan dirasakan oleh kelima pancaindera manusia? Ataukah paranormal bisa disebut bagian dari realita supra-natural yang lebih luas dari realita natural dan mencakup dimensi ke-empat?

Sedini tahun 1882, di Inggeris sudah dibentuk Society of Psychical Research, dan salah satu tokohnya, J.B. Rhine (1895-1980), di tahun 1930-an mulai menggunakan pendekatan eksperimen untuk meneliti gejala-gejala yang termasuk paranormal atau psikik. Pada tahun 1957 dibentuklah Parapsychological Association yang kemudian berafiliasi dengan American Association for the Advancement of Science, jadi paranormal sekarang masuk dalam hitungan sains!

Charles Fort (1874-1932) adalah kolektor anekdot paranormal yang mengumpulkan 40.000 gejala paranormal yang sukar untuk dijelaskan menurut hukum alam yang selama ini kita ketahui. Kejadian ganjil/aneh yang dikumpulkannya termasuk gejala poltergeist (roh ribut), jatuhnya katak/ikan/benda-benda dari langit dalam area yang luas, suara-suara dan ledakan yang tidak jelas penyebabnya, kehadiran api yang tiba-tiba, kondisi melayang, bola api, UFO, penampakan yang misterius, roda cahaya di lautan, penampakan binatang diluar habitatnya, penampakan maupun menghilangnya manusia tanpa kejelasan, dll.

Keterbukaan akan paranormal bisa dilihat dari hasil survai Gallup Poll yang pada tahun 2005 menemukan di Amerika Serikat, fakta bahwa 73% responden angketnya pernah mengalami setidaknya salah satu dari 10 gejala paranormal berikut:
- Indera keenam (ESP, 41%);
- rumah hantu (37%);
- hantu (32%); telepati (31%);
- melihat jarak jauh (26%);
- astrologi (25%);
- hubungan dengan orang mati (21%);
- dukun sihir (21%);
- reinkarnasi (20%);
- pawang (9%).

Penelitian lain yang dilakukan Monash University di Australia pada tahun 2006 kepada 2000 responden mengungkapkan fakta bahwa 70% responden mengalami gejala paranormal yang tidak bisa dimengerti tetapi telah mengubah kehidupan mereka.

Di Amerika Serikat ada serial TV yang menguak kejadian-kejadian paranormal, yaitu ‘Miracle Research Center’ yang mengumpulkan dan menyelidiki peristiwa-peristiwa demikian di seluruh dunia. Realita yang lain itu yang tidak diragukan lagi dan jelas keberadaannya itu diberi nama bermacam-macam. Selain supranatural dan paranormal, ada nama-nama lain yang kita kenal. Mercia Eliade pakar sejarah agama itu sudah lama menyebut realita lain itu sebagai ‘The Sacred’ (yang dibedakan dengan ‘the Profane’). Terobosan realita the Sacred ke the Profane oleh Mercia Eliade disebut ‘Hierophany’ yaitu penampakan yang suci. Biasanya hierophany menggunakan media orang suci, kitab suci, gunung, pohon besar atau tempat-tempat khusus lainnya sebagai jendela antar realita untuk menyatakan diri.

Buku The World of the Paranormal (1995) menunjukkan secara skriptural dan visual bahwa gejala-gejala paranormal adalah normal banyak terjadi di alam ini disana-sini. Pendahuluan buku itu menyebutkan:
“Dunia baru yang mengagumkan nyaris terungkap didepan mata saudara. Sebuah dunia yang mencengangkan para ahli ilmu pengetahuan dan para skeptik. Sebuah dunia yang menggugah rasa ingin tahu kita. Sebuah dunia yang menantang penjelasan rasional.”
Dalam buku lain berjudul Paranormal Files (1997) yang memaparkan secara gamblang banyak gejala paranormal, menyebutkan, bahwa:

“Sejak masa kuno yang tidak diingat manusia, semua bentuk kejadian yang aneh, berlawanan dengan hukum alam seperti yang kita mengerti, telah mencengangkan umat manusia. ... reaksi kita atas kejadian-kejadian yang semula kelihatan sangat tidak mungkin tidak seharusnya diwarnai dengan ketidakpercayaan yang mutlak. Tujuannya seharusnya selalu diarahkan untuk tetap menerimanya dengan pikiran terbuka (open mind)”.
Buku ‘Marvels & Mysteries of the Unexplained’ (2006) mengungkapkan kenyataan mutakhir gejala paranormal diseluruh dunia. Ketiga buku ini menunjukkan bahwa Paranormal adalah gejala riel namun belum dimengerti oleh keterbatasan sains dan hukum alam yang selama ini dikenal. Kenyataan ini mendorong kita untuk membuka diri terhadap hal-hal yang supra-natural baik sebagai sesuatu yang dibedakan dengan yang natural atau memasukannya dalam kategori natural karena memang terjadi. Kenyataan ini juga membuka wawasan kita bahwa hal-hal supranatural dan mujizat yang banyak menghiasi halaman Alkitab memang terjadi dalam alam nyata ini dalam konteksnya masing-masing.

Berdasarkan kenyataan Paranormal dan supranatural yang membuka wawasan, kita dapat melihat bahwa setengah abad sesudah Bultman mengucapkan ‘demitologisasi’nya, kita melihat bahwa ucapannya menjadi kuno dan teori masa lalu. Konsep dunia tiga lapis (dunia, surga dan neraka) menjadi terbuka dalam paranormal, adanya campur tangan yang paranormal pada yang normal sudah tidak diragukan lagi karena banyak kasus paranormal membuktikannya. Mujizat juga adalah biasa dalam dunia paranormal, apalagi konsep kerasukan setan sudah menjadi bagian yang banyak terjadi dan diamati dalam dunia paranormal.

Ada dua kesalahan pokok dalam pola pikir Bultman, yaitu:
(1) Bultman melakukan generalisasi dimana semua gejala paranormal dalam Alkitab seperti kosmologi Perjanjian Lama sampai mujizat Perjanjian Baru digeneralisasikan sebagai mitologi;
(2) Bultman juga melakukan generalisasi dengan menganggap yang disebutnya mitologi/mitos itu sebagai pemikiran pra-ilmiah yang tidak benar terjadi.

Karena itu, berdasarkan perkembangan sains masakini yang terbuka akan gejala paranormal / supranatural, kita bisa yakin bahwa penebusan darah (semua agama kuno memiliki ritual kurban darah), dan mujizat dan kebangkitan Yesus adalah realita yang bisa terjadi, percaya atau tidak. Konsep de’mitologi’sasi Bultman sekarang perlu digantikan de’bultman’isasi mitos, maka dengan men-de’bultman’isasi-kan mitos Paskah, kita menyaksikan realita Paskah sebenarnya, yaitu Yesus yang Bangkit dalam sejarah!

Penampakan Yesus sesudah bangkit oleh lebih dari 500 orang menunjukkan Yesus bangkit secara tubuh karena ia bisa disentuh Thomas, dan bisa berdialog dan makan ikan bersama para murid. Mereka yang menolak mujizat menganggap penampakkan itu sekedar halusinasi. Kita harus sadar bahwa ketika Yesus mati para murid ketakutan dan bersembunyi, justru kenyataan kebangkitan mendorong mereka mengalami perubahan hidup yang radikal dan mendorong terjadinya ledakan agama, dan mereka rela mati sebagai martir (mustahil Polycrapus rela menjadi martir kalau Yesus meringkuk di kuburan) dalam menyambut ‘Amanat Agung Penginjilan’ yang mereka terima dari Yesus secara kasat mata. Para penulis Injil telah diubahkan hidupnya oleh Tuhan dan jelas punya motivasi tanpa pamrih dan tulus daripada teolog skeptik yang mencari popularitas dan uang, dan jangan berharap yang terakhir ini rela berkorban bagi Kristus karena mereka terobsesi untuk mengorbankan Kristus.

Kalau Yesus tidak bangkit dan dikubur di Talpiot, bukankah pemuka Yahudi dengan mudah menunjukkan lokasi kuburan Yesus daripada menyebarkan gosip bahwa mayat Yesus dicuri? Ingat bahwa pada abad pertama banyak saksi mata masih hidup dan mengaminkan fakta kebangkitan Yesus, sebab kalau tidak tentu mereka akan menunjukkan dimana kuburan Yesus waktu itu dan bukan menunggu abad-21.

Hal terakhir yang perlu direnungkan adalah soal perubahan Hari Sabat Sabtu yang begitu ketat dijalankan dalam agama Yahudi (sehingga Yesus sering dituduh melanggarnya) menjadi Hari Minggu (Mat.28:1; Yoh.20:19; Kis.20:7) sebagai kenangan kebangkitan Yesus dan yang kemudian menjadi hari pertemuan Kristen, merupakan fakta sejarah yang tidak mungkin terjadi kalau Yesus mati dan mayatnya dikuburkan. Hari Minggu disebut Hari Tuhan (dominggos) yang merupakan sorak kemenangan Yesus atas maut dan kebangkitan-Nya memberikan pengharapan pada umat manusia sampai saat ini.

Akhirnya, mau kita percaya atau tidak, kehadiran Yesus dibumi dan kematian dan kebangkitan-Nya tetap diberitakan kepada umat manusia sampai hari Paskah ini, dan mau kita beriman tulus atau beriman skeptik, umat Kristiani pada hari Paskah sama-sama mengaku dan memuji Tuhan Yesus yang telah mati bagi kita dan telah bangkit dari antara orang mati. Amin!

0 komentar: