Filed under: by: Hehehe....


MENJAJAKAN FIRMAN ALLAH

Written by Bagus Pramono

Well, ternyata zaman dulu dan zaman sekarang sama-saja. Ada hamba Allah yang melayani jemaat dengan motivasi "cari uang", ada juga yang tulus. Ayat yang dikutip diatas, sengaja saya berikan beberapa versi terjemahan, agar kita bisa mengerti dan membandingkan makna ayat tersebut. Itu adalah kesaksian Paulus bahwa dirinya tidak sama dengan banyak orang lain (hamba Allah yang lain, pengajar-pengajar palsu, lihat 2 Korintus 11:4, 12-15).
Terjemahan LAI TB, menulis "mencari keuntungan", (Yunani, 'kapêleuô', yang artinya 'memperdagangkan, menjajakan, menawarkan dagangan dengan berkeliling' dari firman Allah. Orang Jawa mungkin paham betul arti kata "jaja/ jojo" (menggelar barang dagangan). Kata yang satir ini dipakai Rasul Paulus dalam menggambarkan perbedaan pelayanannya dengan pelayanan guru-guru palsu yang mengeruk keuntungan dari firman Tuhan. Dan kalau kita perhatikan, rupanya praktek semacam ini belum berakhir hingga sekarang.

Kesaksian Fenomenal :
Banyak diantara kita yang seringkali mengejar-ngejar kisah dari seseorang yang katanya mengalami 'pengalaman rohani' yang luar biasa untuk kita tanggap untuk menceritakan kisah-kisahnya yang heboh itu dari seorang mantan ini dan mantan itu, mantan pemeluk agama lain, mantan dukun/ paranormal, mantan artis, dan seterusnya.
Tentu saja kita harus menyambut baik setiap "mantan a, b, c, e, f" yang kemudian masuk ke lingkungan Kristiani, dimana ia telah memproklamirkan dirinya menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dengan suka-cita dan hati terbuka. Namun kita seringkali melupakan bahwa kita-kitalah juga yang mendorong para "mantan-mantan" itu untuk menjadi seorang "selebritis rohani". Barangkali banyak diantara kita memang kita demen nonton artis, jadinya suka kalau ibadah kita dikunjungi "artis". Dan merekapun menjadi "penginjil dadakan" dengan modal ceritanya yang heboh itu sebelum ia memiliki dasar yang lebih mendalam akan nilai-nilai Kristianitas yang Tuhan Yesus ajarkan. Dimana para "mantan" yang masih perlu banyak bimbingan dalam kerohaniannya ini, sekonyong-konyong kita sulap mereka menjadi pengajar-pengajar atau pengkhotbah-pengkhotbah di mimbar dan arena KKR.
Seseorang yang baru mengenal Tuhan, ibaratnya ia masih menjadi bayi, masih perlu disusui, dibimbing sampai dalam taraf kedewasaan rohani yang matang. Namun dalam banyak kasus kita mempunyai andil untuk para "mantan" yang baru mengenal Kristus itu, yang kemudian dalam tempo cepat dijadikan 'penginjil instan'. Akibatnya banyak dikemudian hari baru kita menyadari bahwa kesaksiannya itu bohong/ fabrikasi belaka. Bahkan kita lihat ada "mantan" yang sudah digiring ke macam-macam KKR, bersaksi kemana-mana, kemudian ia kembali lagi kepada habitatnya yang lama, ini sungguh menyedihkan. Atau memang banyak diantara kita yang suka "dibohongi", sehingga melahap apa saja kesaksian orang asalkan ceritanya menarik, fenomenal, heboh.
Cara seperti itu ibarat acara TV American Idol atau Indonesian Idol, AFI, KDI, dst. Acara seperti American Idol, tentu saja adalah acara yang bagus dan menarik untuk ditontom. Namun acara ini memberikan satu "mimpi", bahwa orang yang mulanya bukan artis/ musisi, yang mulanya 'awam' dalam bidang ini, ia bisa secara instan bagaikan artis penyanyi profesional dan sekonyong-konyong menjadi terkenal. Ya, memang satu dua orang bisa menjadi "Idol" seperti Delon atau Clay Aiken. Namun tentu saja tidak semua orang bakal bernasip seperti Delon.
Acara semacam American Idol juga disukai anak-anak. Namun ada dampak yang kurang baik dari acara ini, misalnya bisa menjadikan anak-anak bakal ogah untuk susah-susah berlatih piano, mereka ogah berlatih biola dll. Karena mereka akan berfikir : ngapain susah susah latihan sekarang jika nanti secara "over-night" bisa menjadi "a rock star". Padahal pada usia 6-12 tahun itu adalah usia-usia yang sensitif dan penting bagi anak dalam menentukan apa yang ia sukai, bakat dan kemampuan yang ia punyai, yang menjadikannya dasar ketika nanti ia dewasa. Saya bersyukur mempunyai ibu yang sangat memperhatikan apa kira-kira yang menjadi bakat anak-anaknya. Seorang musisi besar seperti Ryuichi Sakamoto, tidak hadir secara tiba-tiba, demikian juga yang legendaris seperti W.A. Mozart, dan penyanyi/komposer Indonesia yang beranjak dewasa seperti Sherina. Mereka berlatih sejak kecil untuk menjadi yang terbaik, bukan instant. Orang-orang seperti ini lahir dari investasi yang panjang dengan bimbingan orang-tuanya.
Dan inilah yang sedang terjadi dalam balantika rohani dalam dunia Kekristenan ini. Kita senang mendengar yang heboh, mendengar pengalaman spiritual seseorang yang fenomenal. Kita mendorong-dorong "para mantan" itu untuk bercerita, 'bersaksi', akibatnya kita membuat mereka berusaha untuk menyajikan cerita-cerita yang menarik sedap didengar untuk konsumsi jemaat yang senang akan macam-macam jenis kesaksian untuk kepentingan telinga dan emosi jemaat, tepuk tangan dan sorak riuh menanggapi "kisahnya' yang luar biasa itu. Akibatnya, ia mungkin secara sadar atau tidak sadar ia akan menempatkan "kisahnya" itu sebagai "komoditi/ barang dagangan yang dijajakan". Barangkali pikirnya : "Ah.... rupanya dengan cara 'berceritera pengalaman hidup' seperti ini, aku bisa dapat uang, pujian, dan nama yang terkenal". Alhasil "balantika rohani" tak ubahnya seperti entertaiment dalam dunia sekuler : popularitas, kekayaan dan hormat bisa diperoleh dari kegiatan-kegiatan gerejawi. Barangkali secara tidak sadar kitapun adalah satu diantara mereka atau yang menjadikan mereka berbuat seperti ini. Kita aktif datang ke KKR untuk memburu untuk mendengar dan menyaksikan kesaksian/ mujizat. Kita rajin ke gereja juga untuk mendengar kesaksian, melihat "mujizat", sehingga pengurus gereja-pun ikut sibuk menyusun acara, berusaha menyajikan acara-acara menarik. Misalnya : minggu ini mengundang artis/ mantan-artis A, minggu depan mengundang mantan dukun B, besok kamis ibadah doa malam mengundang pembicara C yang mempunyai 'karunia' nubuat, kemudian mengundang hamba Tuhan D yang mempunyai 'karunia' kesembuhan, dan seterusnya. Kita harus mengerti, ada perbedaan "menjual kesaksian" yang penuh dengan pengalaman yang luar biasa, dengan "memberitakan Kristus". Baiklah sekarang kita menilai dengan bijaksana, apakah dalam suatu kesaksian, bobot "cerita-heboh" itu lebih penting dari berita tentang Kristus?.

Firman untuk uang :
Itu bahasan dari "penginjil dadakan" yang bisa saja dengan tanpa sengaja kita jadikan mereka menjadi pelaku "penjual-penjual firman". Namun hal tersebut tidak terbatas pada yang tipe instan saja. "Penginjil dedengkot" yang berkharisma dan sudah terkenal juga mempunyai kemungkinan untuk menjadi penjaja-penjaja firman, "mengambil keuntungan" dari firman. Salah satu contoh yang paling mudah kita lihat misalnya, di satu sisi menggalang kesetiaan jemaat untuk membayar persepuluhan, dengan menggunakan ayat Alkitab bahwa yang tidak setia membayar itu sesungguhnya "merampok hak Allah" -- di lain sisi --- ia menggunakan ayat itu untuk kepentingan pribadinya. Uang yang dihasilkan dari "penjajaan firman Tuhan" tadi digunakan untuk diri sendiri, untuk emporium gereja yang dikelola olehnya sekeluarga atau orang-orang dekat sendiri. Tidak ada pos-pos yang cukup berarti untuk kegiatan-kegiatan diakonia misalnya, atau untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat sekitar gereja. Sehingga gereja menjadi kaya sendiri tanpa peduli lingkungan. Dalam banyak contoh juga kita lihat, keluarga bapak gembala sebagai owner gereja, mereka kaya sendirian, rumah, tanah, vila, apartemen, mobil mewah, diamon, fashion bermerek, sementara para pekerja di gereja itu hidup pas-pasan, belum tercukupi kebutuhan keluarganya, belum mempunyai rumah sendiri.
Seorang yang telah terjun dalam pelayanan firman, bukan mustahil menjadi 'hamba uang yang mencintai uang' ('philarguros', Lukas 16:14) daripada menjadi hamba Allah yang sesungguhnya. Ayat-ayat yang baik, yang sekiranya untuk mengajar itu di-abuse untuk kepentingan diri sendiri. Tentang abusement firman Allah ini-pun juga pernah dibahas Rasul Paulus dengan bahasa yang cukup keras dalam Roma 16:18 : " Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dan dengan kata-kata mereka yang muluk-muluk dan bahasa mereka yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya".
Mementingkan Allah dan melayani Allah tidak harus berarti sibuk dalam pekerjaan gereja, berkhotbah, bersaksi, menyanyi, bermain musik di gereja atau KKR. Pekerjaan-pekerjaan gerejawi itu malah sering hanya merupakan urusan duniawi, yang digunakan sebagai cara untuk mendapatkan kedudukan, tujuan, ambisi kekuasaan, ambisi utuk tampil/ popularitas dan nafkah pribadi seseorang. Hal ini menunjukkan siapa yang sesungguhnya mereka layani, mereka bukan melayani Allah sebagai tuan, namun kekayaan (Mamon) sebagai tuan, ambisi sebagai tuan, kedudukan sebagai tuan dst. Mementingkan Allah berarti memberikan cukup waktu di hadapan Allah untuk mempelajari prioritas yang dimiliki-Nya bagi hidup umatNya. Gaya hidup dari orang-orang yang mengaku melayani ini, ditentukan oleh komitmennya kepada Kristus.
Ada teladan dari Rasul Paulus yang dapat kita renungkan, Paulus meski mempunyai pengalaman yang luar biasa, ia memfokuskan pelayanannya untuk kemuliaan Allah yang dilayaninya. Motivasinya murni. Ia tidak bermaksud mencari keuntungan apapun dari pelayanannya (lihat 2 Korintus 2:17). Semua semata-mata untuk kemuliaan Allah. Jika Paulus ingin mengejar harta (imbalan khotbah, kesaksian dan tulisan, dll), maka ia tidak perlu melepaskan haknya untuk menerima tunjangan hidup dari gereja di Korintus selama ia melayani di sana (1 Korintus 9:18, 2 Korintus 11:7). Ia juga tidak perlu bersusah payah bekerja sebagai tukang pembuat tenda untuk mencukupi kebutuhannya dalam pelayanan (Kisah 18:4). Ia juga tidak perlu pergi memberitakan Injil kepada orang-orang Makedonia yang secara ekonomi mereka lemah, karena itu membebani keuangan pribadinya.
Paulus juga tidak mengejar popularitas, dengan menjual kesaksian-kesaksiannya yang sangat penuh dengan pengalaman yang luar biasa. Namun ia lebih banyak memberitakan Kristus yang justru membuatnya mengalami banyak kesengsaraan, dipenjara, mengalami kesusahan karam kapal, terkatung-katung di laut, dipukuli, ancaman dibunuh dan bahkan sampai mengalami penghukuman mati. Ia tidak mencari kenikmatan hidup dari ayat-ayat Alkitab yang ia kuasai. Ia melayani Allah dengan sungguh, dan semua ia melakukan sebagai 'privilege' (hak istimewa) dalam melayani Allah yang benar-benar menjadi Tuan-nya. Melayani Allah dengan segala yang ia punya adalah suatu kehormatan. Karena Mamon bukan tuan-nya. Sehingga pada akhirnya ia dengan puas dan bangga mengatakan "Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman" (2 Timotius 4:7).

Blessings in Christ,

4 komentar:

On 7 November 2010 pukul 03.25 , herbayu mengatakan...

Bagus... Tuhan Yesus Memberkati Anda

 
On 2 Juni 2011 pukul 11.43 , Junjungan mengatakan...

thanks buat nasehat yang sangat baik ini

 
On 28 April 2014 pukul 06.57 , IBERIA GEA mengatakan...

Renungan yang luar biasa! Izin share...Jbu

 
On 28 April 2014 pukul 07.12 , IBERIA GEA mengatakan...

Renungan yang luar biasa! Izin share...Jbu